Blue Fire Pointer

Pages

Categories

Senin, 17 November 2014

Sepercik Iman Pembawa Bahagia

Sepercik Iman Pembawa Bahagia
 Saat mentari mulai menampakkan wajahnya, saat burung-burung bernyanyi dengan suara merdunya, di pondok pesantren Ar-rahman seorang pemuda bernama Nino kian rajin menghafal Al-Qur’an. Dia adalah laki-laki yang sangat taat dalam beribadah dan dalam urusan agama dia bisa dibilang ahlinya di bandingkan dengan teman-temannya yang lain. Lain halnya dengan Niko, salah seorang sahabat dari Nino, dia adalah seorang pemuda yang tampan dan bertubuh tegap, dia tinggal sendirian di jakarta karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Tetapi dia sangat malas dalam beribadah dan tidak tahu apa-apa dalam urusan agama. Niko hidup penuh dengan kemewahan warisan dari ayah ibunya dan tidak jarang Niko pergi ke club-club malam hanya untuk mabuk-mabukan.
                Matahari mulai kembali ke tempat tiggalnya membuat langit berwarna jingga dan burung-burung mulai kembali ke sarangnya masing-masing. Bertahun-tahun hidup di lingkungan pesantren yang sesak membuat pikiran Nino mulai memikirkan bagaimana tentang kehidupan di luar sana. Dia meminta kapada ayahnya untuk meneransfer sejumlah uang untuk membeli telepon baru. Nino menyembunyikan telepon genggam dikamarnya karena di pesantren tidak di bolehkan untuk mambawa hp. Dari sinilah nino mulai kenal dengan dunia maya dan mulai bergaul dengan teman-temannya diluar sana dengan jejaring sosial facebook, akan tetapi Nino tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim dan tidak pula malas dalam mempelajari ilmu agama.
                Cerahnya mentari kini berganti oleh indahnya cahaya rembulan dalam kegelapan, saat nino sedang asyik chatting  dengan teman-teman barunya tiba-tiba ada yang memukul bahu nino “hay sedang apah kamu no ?” Tanya nina teman sepesantrennya nino, dengan reflek nino langsung menyembunyikan hp barunya itu di belakang kaosnya, “tti..tidak aku tidak sedang apa-apa, aku hanya sedang menghafal Al-qur’an” jawab nino agak terbata-bata. “waah kamu memang santri yang rajin dan pandai, tak salah jika aku mengagumimu” Jawab nina “terimakasih yah na kamu memang sahabat terbaikku” kata Nino. “yasudah aku mau  ke kamar dulu yah, aku mau tidur, assalamu’alaikum” balas nina. Ketika para santriwan dan santriwati sedang tertidur nino masih asyik dengan aktivitas barunya itu, hingga saat adzan subuh berkumandang Nino baru memejamkan matanya.
“No..no ayuk kita sholat” ajak Asep teman satu kamar Nino. “iyah sebentar sep aku masih ngantuk nih” jawab Nino. Semakin hari Nino semakin malas untuk mengerjakan kewajibannya sebagai seorang muslim juga sebagai seorang santri. Hingga akhirnya ada berita bahwa ibu Nino di rumah sedang sakit keras. Mendengar berita itu langsung saja Nino membereskan barang-barang pribadinya dan meminta izin kepada ustadz di pesantrennya untuk izin pulang menjenguk ibunya yang sedang sakit keras.
Sesampainya dirumah, Nino terkejut melihat ibunya yang masih terbaring dikamarnya dan bertanya kepada ayahnya “yaah, kanapa ayah tidak membawa ibu kerumah sakit?” tanya Nino kepada ayahnya. “anakku, maafkan ayah tetapi ayah tidak memiliki uang lagi untuk membawa ibumu ke rumah sakit, semua habis untuk biaya pesantrenmu dan juga utuk membeli telepon ganggam yang kau minta kemarin” jelas ayahnya. “tapi kenapa ayah tidak memberi tahu aku bahwa ibu sedang sakit, jika aku tahu begitu maka aku pasti tidak akan meminta telepon genggam baru” jawab nino dengan nada keras. Tak lama setelah Nino bertengkar dengan ayahnya terdengar suara ibu “ninoo…itukah kau..?” dengan cepat Nino menghampiri ibunya “iyah buu.. ini nino” jawab nino. “naak ibu hanya berpesan padamu jadilah anak yang rajin, jangan mau dibawa oleh arus kehidupan” kata ibu dengan nada penuh kesakitan. “iyah ibu” jawab nino sambil menahan air mata yang ada di sudut matanya. Tak lama berselang setelah Nino menyeka air matanya, ibu nino menghembuskan nafas terakhirnya “ibuuu…” teriak nino sambil menangis.
Kejadian itu membuat nino sangat membenci ayahnya hingga Nino memutuskan untuk keluar dari pesantren dan pergi dari rumah. Nino memutuskan untuk tinggal bersama dengan temannya yaitu Niko. Bersama Niko, Nino hidup jauh berbeda dengan biasanya. Nino mulai mabuk-mabukan dan mulai terjerumus dalam lingkaran syaitan. Hingga pada suatu hari saat Nino dan Niko sedang mabuk tetapi karena Niko sudah biasa jadi Niko tidak terlalu kehilangan kesadarannya, hal itu berbeda dengan Nino yang kehilangan kesadaran sepenuhnya, Nino secara tidak sadar berjalan kearah jalan raya, dan dari arah yang berlawanan melaju truck besar dengan sangat cepat dan melindas tubuh Nino hingga Nino meninggal dunia saat itu juga.
                Melihat kejadian tersebut membuat Niko tersadar akan dosa-dosanya yang telah ia perbuat selama ini dan ingat pesan kedua orang tuanya saat masih hidup bahwa “jadilah anak yang sholeh dan berguna untuk nusa, bangsa dan agama”. Niko memutuskan untuk pergi dari kehidupan kelamnya dan hidup di pesantren Ar-rahman tempat temannya dulu menjadi santri. Disana ia menjadi santri yang rajin dan pandai, ia cepat belajar masalah agama dan cepat pula dalam menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.
                Sampai pada saat Niko sholat subuh Niko terkena serangan jantung akibat terlalu sering mengonsumsi minuman keras dan Niko menghadap sang khalik saat tersujud dan dengan wajah yang tersenyum.

By           : Rico supriyadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About